Senin, 21 Februari 2011
Berbicara mengenai isi (esensi) maka kita berbicara mengenai asas dasar dan pondasi yang menopang berdirinya suatu hal. Sedangkan formalitas adalah bentuk syi'ar yang memperlihatkan keberadaan esensi ini. Kita ambil contoh mudah dari sebuah masjid, dia telah dikatakan masjid secara esensi bila digunakan untuk berkumpul dan melaksanakan shalat walau bentuknya mirip dengan rumah biasa tanpa kubah atau menara adzan.

Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi esensi dan formalitas..? Pada dasarnya esensi dan formalitas adalah dibutuhkan, karena esnsi tanpa fromalitas ibarat sayur tanpa garam dan manusia tanpa sebelah tangan. Namun ada saat-saat dimana kita harus memilih diantara keduanya, mana diantara keduanya yang lebih penting.

Nah, dalam proses inilah terkadang banyak orang yang kalut dan bingung memutuskan dan memilah mana yang yang esensi dan mana yang formlitas. Hingga akhirnya karena terlalu memaksakan kebersamaan antara esensi dan formalitas hingga akhirnya dua-duanya tidak berhasil dia dapatkan.

Kita ambil contoh, ketika akan mengadakan suatu kegiatan dengan tujuan bakti sosial ke panti asuhan. Waktu yang disediakan panti hanya tiga puluh menit, namun agenda yang disusun panjang sekali dan berdurasi dua jam-an. Lalu bagaimana sikap yang harus diambil? Tentu saja kita bisa mengambil esensi dan tujuan kegiatan tanpa menyertakan kegiatan tambahan yang lainnya. Yang penting adalah bagaimana caranya bantuan untuk panti asuhan itu bisa disampaikan dalam waktu tiga puluh menit.

Tapi bila terlalu dipaksakan sangat mungkin sekali akan menimbulkan konflik dan gesekan sesama panitia atau bahkan tidak jadi sama sekali mengadakan kegiatan bakti sosial-nya. Untuk itulah disusun suatu kaidah dalam ilmu fiqh yang bertemakan fiqh prioritas. Mana bagian yan

Bukan hanya mencakup contoh diatas, tapi fiqh prioritas ini juga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, semisal dakwah. Banyak kita saksikan para da'i yang terlalu mementingkan formalitas hingga mengabaikan faktor ruhani dan batiniah dari dakwahnya. Yang dia pentingkan hanya penamaan-penamaan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Lalu esensi dari Islam dia buang jauh-jauh dan berdalih bahwa formalitas nama itulah yang penting.

Namun di lain sisi kita temui pula orang-orang yang mementingkan esensi dan isi, namun mengabaikan faktor formalitas yang bisa mereka terapkan. Ini juga tidak benar karena esensi tanpa formalitas bagai sayur tanpa garam.

0 comments:

Ketika Rasulullah berkunjung ke surga Allah bersama malaikat Jibril, ketika itu Rasulullah mendengar suara yang begitu besar, suara detakan yang membuat beliau bertanya kepada Jibril,"Wahai Jibril, suara siapakah itu?" Malaikat Jibril pun menjawab,"Suara umatmu wahai Rasul Allah". Rasul pun bingung dan bertanya lagi,"Umatku yang bagaimana?" Jibril pun menjawab,"Umatmu yang selalu melangkahkan kakinya ke rumah Allah" Subhanallah.... Anda mau??? FAKTA yang ada: Jarang antara kita bergerak hatinya untuk ke Masjid tuk shalat berjama'ah khususnya para REMAJA yang terlena oleh perasaan dan kesenangan dunia.