Kamis, 31 Maret 2011
Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang  pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang  satunya lagi tidak.

Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh  setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya,  tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh. Selama dua  tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa  satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.

Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya,karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan  ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan  setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak  itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya  sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."

"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?"

"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air  dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi  saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju
rumah majikan kita.

Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu. Si  tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas  kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok,
aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan  dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi  jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf  pada si tukang air atas kegagalannya.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan  adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga  di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu?

Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu dan aku memanfaatkannya.  Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan  setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi  benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga - bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya  seindah sekarang."

Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita  semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan akan  menggunakan kekurangan kita untuk menghias dunianya. Di mata Tuhan  yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan  kekuranganmu.

Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan  Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan
Senin, 28 Maret 2011
Assalaamu'alaikum warahmatullaah wabaarakaatuh

khotbah jumat 24 januari 2003, di Basement Wisma Bakrie, bisa jadi menjadi khotbah Jumat terbaik yang pernah saya dengarkan .. belum pernah saya meneteskan airmata ketika mendengarkan khutbah jumat, kecuali hanya 2 kali, 1 kali di masjid ARH UI Salemba 2 tahun yang lalu, temanya tentang  perngorbanan Ismail 'alaihissalaam dan Ibrahim 'alaihissalaam, dan satu lagi  adalah khotbah yang kemarin .. sungguh kenikmatan luar biasa yang Allah berikan untuk bisa mendengarkan khutbah ini

Innaa A'thoinaaka al-kautsar , Fasholli li robbbika wa an-har , Innasyaa  ni'aka huwa al-abtar .. (QS Al Kautsar 1-3)

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada engkau(Muhammad), nikmat yang  sunggu melimpah karena itu, maka dirikanlah Sholat karena RabbMu dan  berkorbanlah,  sesungguhnya orang orang yang   membencimu (Muhammad), merekalah yang  terputus(dari rahmat Allah)

Apa sebenarnya arti nikmat yang banyak yang dilimpahkan kepada Muhammad  shallallaahu wa sallam?
bukankah nikmat itu adalah rumah yang megah ?  istri yang shalihah ?  harta yang melimpah ?   pakaian yang mewah ?  istana yang mentereng ?  mobil yang mahal ?   apakah Muhammad saw memiliki itu semua ?
tidak !!, lalu kenapa Al kautsar itu adalah nikmat yang banyak ?

bukankah rumah Muhammad saw hanya sepanjang 12 kaki dan selebar 16 kaki ? yang sama dengan 3x4 meter ?  bukankah itu cuman ruangan sempit belaka ? Yang kalau diibaratkan sekarang hanyalah RSSSS, Rumah Sangat Sangat sederhana Sekali ? kalau type 21 , ini hanya setengahnya, 12 M persegi !! hingga ketika Muhammad saw bersujud maka ia harus menyingkirkan kaki aisyah dahulu ?

Bukankah Muhammad saw yang agung itu sering berpuasa karena tak ada makanan ?  juga pernah suatu ketika, Muhammad rasul Allah saw itu pulang kemalaman, ia membawa roti kering untuk istrinya, karena sudah malam, ia tak tega untuk mengetuk pintu, sehingga bisa membangunkan istrinya, maka ia taruh rotinya
di atas pintu, dan ia Muhammad saw tidur di luar ?, keesokan harinya,  Aisyah melihat roti di atas pintu itu, kebetulan ada pengemis, maka diberikanlah roti yang sedianya untuk dirinya itu kepada pengemis itu ...
bukankah Muhammad saw yang mulia itu sering terlihat terganjal perutnya oleh 3 buah batu karena kosongnya perut ?

bukankah wajah yang suci itu pernah hanya makan daun daunan kering dalam sebuah peperangan ?

Pengkhotbah yang Muallaf itu sudah 16 tahun menyimpan pertanyaan yang tak pernah terjawab itu sudah berbagai macam kamus ia baca, mulai dari yang tipis yang dijual dipinggir kaki lima, sampai kamus al munjid yang luar biasa itu ... berapa banyak kyai dan ustadz yang telah ia tanya, namun semua tak bisa
menjawab pertanyaannya itu ..

mulai dari kyai kampung sampai Buya Hamka ... semua tak ada yang menyelesaikan kegelisahan hatinya ...
hingga 16 tahun kemudian, Allah mengundangnya ke Baitullah ... ketika di Raudah, ia ingat akan masalahnya itu, maka ia berdoa agar Allah memberikan jawabannya

tak lama ia tertidur menyandar di tiang Raudah ... dalam tidurnya ... tiba tiba ia dibawa ke masa silam ...
dihadapannya bukan lagi terbentang masjid yang gagah ..  tapi sebuah masjid sederhana yang hanya beratapkan daun kurma, berlantai tanah, tiang tiangnya dari kayu ..  podiumnya pun hanya dari kayu yang disilangkan dan diikat dengan tali dedaunan ..tiba tiba dari arah belakang .. seorang laki laki berpakaian
putih melewati bahunya ... menuju ke masjid ..  ketika sampai di pintu masjid, laki laki itu membalikan wajahnya, dan tersenyum pada sang penceramah ...  sang penceramah, tidak bisa berkata apa apa, kecuali hanya "ASSALAAMU'ALAIKA  YA NABI" ..., dengan meneteskan air mata

tiba tiba, bahu sang penceramah ditepuk tepuk,  rupanya ia dibangunkan oleh Asykar penjaga Masjid,
bajunya nampak basah kuyup, rupanya dalam tidurnya tadi ia benar benar  menangis  dan sungguh Raudah sudah sepi, tidak ada orang sama sekali, asykar datang untuk mengunci pintu ..  dan para asykar yang biasanya berwajah garang itu tampak sabar membimbing sang penceramah untuk keluar ..  di luar,sang penceramah hanya bisa menangis .. dan ia bisa mengartikan arti kenikmatan dalam surat Al Kautsar itu ..
nabi memang mendapatkan banyak kenikmatan .. tapi yang lebih benar adalah, nabi DIBERIKAN sebuah perasaan bahwa ia TELAH menerima Banyak Kenikmatan ... ketika seseorang telah merasa mendapatkan nikmat yang banyak, maka banyak sedikitnya materi yang dimiliki tidak lagi menjadi masalah, ia merasakan
kenikmatan pada apa yang dia miliki ..

maka setelah nabi mendapatkan kenikmatan ini, ayat keduapun berlaku yaitu  agar menegakkan sholat dan berqurban, dan bahwasanya orang orang yang membenci Risalah yang turun pada Muhammad, itu  sebenarnya merekalah yang terputuskan dari kenikmatan dan rahmat Allah yang sesungguhnya ...  nabi sebenarnya tak hanya punya 4 sifat wajib belaka, yaitu amanah,  fathonah, tabligh dan shiddiq .. tapi nabi juga Qonaah .. merasa cukup  dengan apa yang ada .. sehingga itulah kenikmatan yang tiada taranya,
kenikmatan yang melimpah ..

nabi memang miskin, tapi nabi senantiasa berqurban ketika hari raya qurban .. karena nabi merasa cukup .. nabi tak pernah mengeluhkan harta, karena nabi merasa telah mendapatkan nikmat ... perasaan inilah yang musti kita miliki .

jika kita tak pernah merasa nikmat dengan apa yang kita miliki, maka selamanya kita akan merasa kurang dan haus akan materi .. sehari hari kita hanya disibukkan mencari dan mengumpulkan harta dan melalaikan akhirat
kita.. padahal perlombaan mengumpulkan harta itu tidaklah seperti perlombaan  yang lain .. perlombaan yang lain pastilah ada finishnya .. lomba lari ada finishnya .. baik itu angka, jarak maupun waktu .. tapi tidak dengan
perlombaan mengumpulkan harta, ia seperti air garam, yang semakin diminum  akan semakin membuat haus, nabi bersabda, seandainya manusia itu diberikan emas sebanyak 2 buah gunung, niscaya ia akan memintanya lagi .. perlombaan dan bermegah megahan tentang dunia hanya akan berakhir ketika manusia masuk
keliang kubur, yang tak ada lagi kesempatan baginya untuk bertaubat ...

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu ,  sampai kamu masuk ke dalam kubur.  Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,  niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepalamu
sendiri kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu). (At Takaatsur 1-8)

semoga Allah swt memberikan kenikmatan kepada kita  kenikmatan untuk merasa bersyukur dengan apa yang telah kita miliki ... tidak berkeluh kesah akan sempitnya rizki ..  sehingga kita bisa senantiasa bersyukur, bersabar, ikhtiar dan terus berdo'a serta bertawakkal .. karena barang siapa bertawakkal maka Allah akan mencukupi keperluannya (QS 65:3)

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,  kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,  yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa  (yang tidak mau meminta),
dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari  kedatangannya).  Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya (QS 70:19-29)

Wallahu a'lam bisshawab wassalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh
Kamis, 24 Maret 2011
Menjadi kaya, mungkin itu adalah impian banyak sekali orang. Entah itu kaya secara meterial, maupun kaya secara spiritual, apalagi kaya kedua-duanya, ia sudah menjadi magnet dengan daya tarik yang demikian besar. Lebih dari delapan puluh persen energi manusia habis terkuras untuk meraih ini semua. Bahkan, tidak sedikit manusia yang menghabiskan hampir seluruh hayatnya hanya untuk menjadi kaya. Dan tidak ada satupun manusia waras yang bercita-cita untuk menjadi miskin.

Di tengah arus deras pencaharian seperti ini, dalam renungan-renungan keheningan kadang terpikir, adakah manusia yang tidak pernah miskin ? Ya sejak lahir sampai dengan meninggal, ia tidak pernah mengalami kemiskinan. Kalau orang seperti itu ada, betapa beruntungnya dia. Lama sempat saya mencari orang-orang yang tidak pernah miskin ini. Dari sekian desa dan kota yang sempat saya kunjungi. Entah di negeri sendiri,
atau di negeri orang, sungguh teramat sulit menemukannya. Ada yang lahir serta besar di keluarga kaya secara materi, namun merasa diri paling miskin di dunia. Sebab, selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih tinggi. Ada juga yang lahir dan tumbuh di keluarga yang kaya secara spiritual, tetapi menyesali kehidupan materinya yang serba kekurangan.

Setelah hampir lelah mencari, ternyata Tuhan masih memberikan kesempatan pada saya untuk menemukan manusia jenis langka ini. Dan ia muncul melalui jendela (baca : buku) yang dihasilkan oleh Alexander
Simpkins dan Annellen Simpkins. Dalam karya mereka yang berjudul Simple Taoism, kedua penulis jernih ini mengutip pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh seorang murid kepada Yang Chu tentang the correct course for life. Dalam jawaban sederhana namun mendasar Yang Chu berargumen meyakinkan : ‘those
who are good at enjoying life are not poor’.

Dengan kata lain, manusia-manusia yang tidak pernah miskin, sedikit kaitannya dengan tingkatan material maupun spiritual seseorang, melainkan lebih pada seberapa baik dan seberapa bisa ia menikmati dan  mensyukuri hidupnya. Begitu kemampuan menikmati dan mensyukuri terakhir melekat dalam pada kehidupan
seseorang, maka masuklah ia dalam kelompok manusia yang tidak akan pernah miskin.

Bagaimana bisa disebut miskin kalau pada tingkatan penghasilan dan kehidupan manapun ia hanya mengenal kata syukur, syukur dan syukur. Di tahapan-tahapan awal, syukur memang memerlukan pembanding, terutama pembanding yang lebih rendah. Akan tetapi, dalam pemahaman yang lebih mendalam, syukur adalah syukur. Ia tidak lagi memerlukan pembanding.

Orang sehat memerlukan pembanding orang sakit. Manusia naik motor memerlukan pembanding mereka yang berjalan kaki. Mereka yang telah bekerja perlu menoleh ke sahabat yang masih menganggur. Kita yang
bisa bernafas bebas perlu menoleh ke orang yang bernafas dengan membeli gas bantuan. Rekan yang telah memiliki rumah perlu kadang-kadang merasakan orang-orang yang mengontrak rumah.

Bahayanya, di tingkat serba membandingkan seperti ini, kualitas rasa syukur akan berkurang drastis begitu pembandingnya adalah mereka yang telah sampai di tataran yang lebih tinggi. Oleh karena alasan inilah, maka saya mengajak Anda untuk hidup dengan rasa syukur tanpa perlu kehadiran pembanding. Sekali lagi, syukur adalah syukur. Anda adalah Anda, saya adalah saya. Tidak mudah tentunya, terutama karena ia memerlukan kemampuan mengelola tubuh dan khususnya panca indera yang meyakinkan.

Saya tidak tahu, bagaimana Anda melakukannya. Dalam banyak kesempatan, selalu saya usahakan untuk mendidik panca indera. Sebagai pria normal, mata saya juga mengagumi wanita cantik. Cuman, ia hanya
saya biarkan menoleh wanita cantik beberapa detik saja. Mulut saya juga menyukai rasa enak, cuman sudah lama saya didik untuk makan secukupnya saja. Telinga saya juga suka kabar baik dan musik-musik indah. Namun, kalau yang datang adalah kabar buruk, atau musik yang tidak pas dengan selera, tetap diupayakan untuk menikmatinya.

Dalam sebuah kesempatan terbang ke Bali sana, kebetulan duduk di sebelah saya seorang rekan pengusaha kaya yang tinggal di Jakarta. Banyak percakapan kapitalis yang kami lakukan dalam penerbangan satu setengah jam ini. Dari mencari dan menemukan peluang bisnis, bagaimana kaum profesional sebaiknya
dikelola, sampai dengan masa depan ekonomi politik negeri ini. Karena demikian akrabnya percakapan, sampai-sampai ia menemani saya menemukan penjemput saya di Bandara.

Berbeda dengan sahabat pengusaha tadi yang dijemput dengan Limousine, saya kebetulan hari itu dijemput oleh seorang keluarga dari desa yang hanya membawa sebuah Toyota kijang tua dengan bak terbuka. Jangan tanya AC, kacanyapun bisa dibuka dengan upaya khusus. Melihat mobil jemputan seperti
ini, pengusaha tadi menawarkan Limousine-nya. Dan saya tolak halus sambil mengucapkan terimakasih.

Saya tidak tahu apa cerita pengusaha tersebut setelah kejadian ini. Namun, beberapa waktu kemudian di kesempatan lain di Jakarta, pengusaha yang sama masih bersedia bertutur dengan kualitas keakraban yang tidak menurun. Ini semua meyakinkan saya, kualitas kita sebagai manusia terkait erat dengan kualitas
rasa syukur yang kemudian memancar dari dalam ke luar. Sebuah kesadaran yang diharapkan bisa membawa saya menjadi manusia tidak pernah miskin.
Senin, 21 Maret 2011
Cerita ini adalah “kisah nyata” yang pernah terjadi di Amerika.

Seorang pria membawa pulang truk baru kebanggaannya,kemudian ia meninggalkan truk tersebut sejenak untuk melakukan kegiatan lain.

Anak lelakinya yang berumur 3 tahun sangat gembira melihat ada truk baru, ia memukul-mukulkan palu ke truk baru tersebut. Akibatnya truk baru tersebut penyok dan catnya tergores.

Pria tersebut berlari menghampiri anaknya dan memukulnya, memukul tangan anaknya dengan palu sebagai hukuman.

Setelah sang ayah tenang kembali, dia segera membawa anaknya ke rumah sakit.

Walaupun dokter telah mencoba segala usaha untuk menyelamatkan jari- jari anak yang hancur tersebut, tetapi ia tetap gagal.

Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan amputasi semua jari pada kedua tangan anak kecil tersebut.

Ketika anak kecil itu sadar dari operasi amputasi dan jarinya telah Tidak ada dan dibungkus perban, dengan   polos ia berkata, “Papa, aku minta maaf tentang trukmu.”

Kemudian, ia bertanya,”tetapi kapan jari-jariku akan tumbuh kembali?”

Ayahnya pulang ke rumah dan melakukan bunuh diri.

Renungkan cerita di atas!

Berpikirlah dahulu sebelum kau kehilangan kesabaran kepada seseorang yang kau cintai. Truk dapat   diperbaiki. Tulang yang hancur dan hati yang disakiti seringkali tidak dapat diperbaiki.

Terlalu sering kita gagal untuk membedakan antara orang dan perbuatannya, kita seringkali lupa bahwa  mengampuni lebih besar daripada membalas dendam.

Orang dapat berbuat salah. Tetapi, tindakan yang kita ambil dalam kemarahan akan menghantui kita  selamanya. Tahan, tunda dan pikirkan sebelum mengambil tindakan. Mengampuni dan melupakan, mengasihi satu dengan lainnya.

Ingatlah, jika kau menghakimi orang, kau tidak akan ada waktu untuk mencintainya.
Waktu tidak dapat kembali…

Hidup bukanlah sebuah VCD PLAYER, yang dapat di backward… dan Forward…
HIDUP hanya ada tombol PLAY dan STOP saja…

Jangan sampai kita melakukan kesalahan yang dapat membayangi kehidupan kita kelak……. ..
Yang menjadi sebuah inti hidup adalah “HATI” : Hati yang dihiasi belas kasih dan cinta kasih…
CINTA KASIH merupakan nafas kehidupan kita yang sesungguhnya.
Kamis, 17 Maret 2011
"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh
kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut
yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan
nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar
jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi
seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak
aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di
pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan
kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak
laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun
disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik
dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,
"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam
hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa
mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang
telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan
telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari
siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak
lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan
telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan
operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat
musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak
penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia
menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia
mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku
sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau
takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu."
Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum
saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga
suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah
dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja
meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu
yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah.... bahwa sang ibu
tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa
memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa
ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam
hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun
pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa
yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun
tidak diketahui
Senin, 14 Maret 2011
Bismillahirrahmanirrahim..
< semoga tulisan ini bisa menjadi renungan untuk yang membaca... :) >

Aktivitas pagi ku hari ini ingin olahraga bersama dengan dua sahabatku menuju taman kota. Aku sudah berjanji dengan mereka didepan komplek.
“ Assalamu’alaikum Iwan, Malik “
“ Wa’alaikumsalam bang Said “ Kata mereka kompak.
“ Ayuk langsung jalan “ Kataku.
Aku dan dua orang sahabatku berlari perlahan, kadang kala ada obrolan kecil keluar dari mulut kami. Candaan pun tak terlewatkan disela nafas kami yang tersengal karna rasa lelah dan keringat yang kian membanjir.
Mataku tiba-tiba menangkap sesosok wanita yang sedang berdiri di halte Bus, pakaiannya membuatku heran. Jilbab yang menutupi mahkotanya, tidak seimbang dengan baju ketat dan celana jeans yang dia kenakan. Belum lagi lipstik merah yang terpoles dibibirnya dan bedak tebal menutupi seluruh permukaan wajahnya. Aku segera tersadar, masyaallah mengapa aku mengomentari penampilan orang lain. Aku menggeleng-gelengkan kepala.
“ Kenapa bang ?“ Kata iwan mengagetkanku. Aku hanya cengar-cengir saja.
Tak lama kemudian, aku melihat seorang gadis sedang berboncengan dengan seorang pemuda. Gadis itu memeluknya sangat erat, lagi-lagi aku terheran-heran. Gadis itu memakai jilbab dengan baju dan celana ketat, yang sama sekali tidak cocok bila disandingkan dengan penutup mahkotanya. Tapi aku kembali beristighfar, aku harus konsentrasi pada jalanku.
“ Bang, kita sarapan dimana ? “ Kata Malik.
“ Kalian mau sarapan apa ? aku mau bubur ayam yang disana saja “ Kataku.
“ Kami ikut abang saja “ Kata Iwan.
Kami bergegas menuju sebuah grobak bubur yang telah ramai dikunjungi . Entah dari orang-orang yang sehabis olahraga atau yang sekedar mampir untuk sarapan. Aku pun segera berinisiatif mencari tempat duduk. Belum juga aku sempurna duduk, aku mendengat suara ramai wanita tertawa. Perhatianku langsung tertuju pada mereka, para wanita yang sedang bergerombol disudut alas tempat kami duduk. Ternyata bukan aku saja yang merasa tersedot perhatiannya oleh mereka, tapi orang-orang yang ada disekeliling ku.
“ Astaghfirullah “ Aku mendengar Iwan beristighfar.
“ Kenapa Wan ? “ Kata Malik. Aku pun hanya memandangi Iwan dan Malik bergantian.
“ Sayang ya , wanita cantik dan berjilbab seperti mereka, ndak bisa jaga kelakuan “ Kata Iwan lagi.
“ Hust, biarin saja “ Kataku.
==================================
Mungkin dari sahabat pernah menemui juga muslimah yang sama seperti kisah diatas. Sunggung sayang sekali kini jilbab mengalami perubahan makna.
Kerudung yang dipakai dengan pakaian serba ketat bukanlah jilbab. Jilbab adalah pakaian longgar yang menutup semua aurat dari ujung kaki sampai ujung rambut. Karna salah pengertian ini lah akhirnya muncul istilah jilbab gaul.
Jilbabmu adalah kehormatanmu, jangan kamu sandingkan dia dengan pakaian serba ketatmu. Apa tujuanmu berjilbab ? mengikuti syariatkah atau mengikuti trend ?? Kalo mengikuti syariat, tentu kamu akan menanggalkan pakaian serba ketatmu, bukan dengan trend yang mengacaukan syariat.
Fitrahnya wanita memang suka berhias, tapi bukan berarti berhias jadi dihalalkan untuk pamer bahkan untuk menarik perhatian lawan jenis. Berhiaslah secantik mungkin dihadapan suamimu, bukan malah sebaliknya. Kalo dirumah hanya pakai daster sedangkan kalo diluar berhias seheboh-hebohnya.
Jilbab sering kali tercoreng dengan mereka-mereka yang hanya mengenal jilbab untuk trend bukan karna syariat. Melihat wanita berkerudung yang disalah artikan menjadi jilbab dengan hal-hal maksiat, akhirnya menimbulkan berbagai konflik dari diri muslimah yang ingin berjilbab. Takut tidak bisa menjaga jilbabnya, karna merasa dirinya masih melakukan kenistaan. Padahal jilbab bisa merubah segalanya menjadi sebuah kebaikan yang nyata.
Tak sedikit muslimah yang berubah setelah memakai jilbab, itu karna rasa malu untuk menjaga jilbabnya. Kalo belum apa-apa sudah takut, artinya kamu belum ridho untuk menanggalkan kebathilan.
Masuklah secara kaffah kedalam islam, bukan masuk secara kaffah ke dalam trend.
Wallahua’lam bish shawwab.

Sumber: Catatan Hani Purwanti
Kamis, 10 Maret 2011
Allah menurunkan agama Islam dalam keadaan telah sempurna. Ia tidak membutuhkan penambahan ataupun pengurangan. Namun toh, banyak manusia menciptakan amalan-amalan baru yang disandarkan pada agama hanya karena kebanyakan dari mereka menganggap baik perbuatan tersebut.

Perjalanan agama Islam yang telah mencapai rentang waktu 14 abad lebih, sedikit banyak memberikan pengaruh bagi para penganutnya. Sebagian besar di antara mereka menjalankan agama ini hanya sebatas seperti apa yang dilakukan para orang tuanya. Yang lebih parah, tidak sedikit pula yang menjalankan agama ini dalam kungkungan kelompok-kelompok sesat seperti Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Sufi, dan sebagainya. Sementara yang menjalankan agama ini di atas pemahaman yang shahih jumlahnya amatlah sedikit. Seperti inilah kondisi umat Islam. As Sunnah (ajaran Nabi) sudah semakin asing sementara bid’ah kian berkembang. Banyak orang menganggap As Sunnah sebagai bid’ah dan menganggap bid’ah sebagai As Sunnah. Syi’ar-syi’ar bid’ah dengan mudahnya dijumpai di sekeliling kita, sebaliknya syi’ar-syi’ar As Sunnah bagaikan barang langka. Bid’ah secara bahasa artinya adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dari sini, maka pengertian firman Allah :

“Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqarah: 117) Maknanya adalah yang mengadakan keduanya tanpa ada contoh sebelumnya. (Al-I’tisham, 1/49) Dan firman Allah :

“Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama dari rasul-rasul.” (Al- Ahqaf: 9) Maksudnya, aku bukanlah orang pertama yang membawa risalah ini dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, (akan tetapi) telah datang rasul-rasul sebelumku. Dari sini dapat dikatakan bahwa seseorang (dikatakan) berbuat bid’ah artinya dia membuat suatu metode baru yang belum pernah ada contoh sebelumnya. Dari pengertian ini pula, maka sesuatu yang baru yang diada-adakan dalam agama juga dinamakan bid’ah. Maka dari keterangan ini, dapat disimpulkan bahwa bid’ah adalah suatu cara atau jalan yang baru yang diada-adakan di dalam agama, yang menyerupai syariat dan tujuannya adalah menunjukkan sikap berlebihan dalam beribadah kepada Allah. (Al-I’tisham, 1/49-51) Jenis-jenis Bid’ah

Al-Imam Asy-Syathibi t menyebutkan pembagian bid’ah ini menjadi dua, yaitu bid’ah haqiqiyyah dan bid’ah idhafiyyah. 1. Bid’ah haqiqiyyah adalah bid’ah yang tidak ada dalil syariat yang menunjukkannya sama sekali, secara global maupun terperinci, tidak dari Al Qur’an, atau As Sunnah ataupun Ijma’ (kesepakatan ulama). 2. Bid’ah idhafiyyah adalah bid’ah yang mengandung dua keadaan. Yang pertama, dalam hal amalan itu termasuk yang disyariatkan, akan tetapi si pembuat bid’ah memasukkan suatu perkara dari diri mereka kemudian merubah asal pensyariatannya dengan pengamalannya ini. Kebanyakan bid’ah yang terjadi adalah dari jenis ini. Sebagai contoh adalah dzikir secara berjamaah dengan irama (suara) yang bersamaan. Pada asalnya dzikir adalah amalan yang disyariatkan, akan tetapi dengan bentuk atau cara yang seperti ini tidak pernah sama sekali dicontohkan oleh Rasulullah , maka ini dikatakan bid’ah. Begitu pula bid’ah perayaan Maulid Nabi . Pada hakekatnya, mencintai Nabi Muhammad adalah wajib bagi setiap muslim dan tidak sempurna keimanannya sehingga dia menjadikan Rasulullah orang yang paling dicintainya, lebih dari dirinya sendiri, anak-anaknya, ibu bapaknya atau bahkan seluruh manusia. Namun semua itu dibuktikan dengan mentaatinya, melaksanakan semua perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan semua berita yang disampaikannya. Dan sesungguhnya beliau telah melarang umatnya dari kebid’ahan: “Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan lainnya, dari Al-’Irbadh bin Sariyah z). “Barangsiapa mengerjakan satu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan itu tertolak.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah x). Tidak ada satu riwayat pun yang menyebutkan bahwa para Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau shahabat Rasulullah yang lain ataupun ulama-ulama Ahlus Sunnah yang menjadi panutan mengamalkan perayaan maulid ini. Bahkan sesungguhnya bid’ah maulid ini pertama kali dilakukan oleh sebagian orang dari dinasti Fathimiyyin Al-’Ubaidiyyin dari golongan sesat Syiah yang mengaku-aku bahwa mereka adalah keturunan Fathimah x bintu Rasulullah . Adapula yang membagi bid’ah ini berdasarkan akibatnya, yaitu menyebabkan seseorang menjadi kafir, keluar dari Islam dan bid’ah yang tidak menyebabkan pelakunya kafir. Adapun bid’ah yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam adalah mengingkari perkara agama yang dharuri (perkara yang sangat prinsif dan sangat penting untuk diketahui dalam islam) yang telah diketahui dan disepakati oleh kaum muslimin serta mutawatir menurut syariat Islam. Misalnya menentang hal-hal yang telah dinyatakan wajib oleh syariat (shalat, puasa dan lain-lain), atau menghalalkan apa yang diharamkan atau sebaliknya, atau mempunyai keyakinan tentang suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya bersih dari perkara tersebut. Bid’ah yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam adalah bid’ah yang tidak menimbulkan pendustaan (pengingkaran) terhadap Al Qur’an atau sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah . Seperti yang pernah terjadi di masa kekuasaan Bani ‘Umayyah, misalnya menunda shalat dari waktu yang seharusnya dan mendahulukan khutbah dari shalat ‘ied. Hal ini ditentang oleh para shahabat yang masih hidup ketika itu, namun mereka tidak mengkafirkan para penguasa yang ada ketika itu, bahkan tidak menarik bai’at (sumpah setia) mereka dari para penguasa itu.

Larangan Berbuat Bid’ah

Dari keterangan tentang pengertian dan bentuk-bentuk bid’ah ini, maka tidak samar lagi bahwa perbuatan bid’ah adalah sangat tercela dan mengikutinya berarti menyimpang dari ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus). Adapun larangan berbuat bid’ah senantiasa erat kaitannya dengan perintah mengikuti Sunnah Rasulullah dan jamaah, baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun hadits-hadits shahih dan atsar (peninggalan) para ulama salaf (dari kalangan shahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in). Allah berfirman: “Dan berpeganglah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah! Dan janganlah kalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika kalian dalam keadaan saling bermusuhan lalu Dia mempersatukan hati-hati kalian, sehingga akhirnya kalian menjadi bersaudara, dan (ingatlah) ketika kalian di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya mudah-mudahan kalian mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran: 103) Dan firman Allah : “Ikutilah apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-wali selain Allah, sedikit sekali dari kalian yang mau mengambil pelajaran.” (Al-A’raf: 3) “Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian (betul-betul) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni (dosa-dosa) kalian, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran: 31) “Kalau kalian mentaatinya (Nabi Muhammad), niscaya kalian akan mendapat petunjuk.” (An-Nur: 54) “Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah (Muhammad) suri teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan (pahala) hari akhirat, dan banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21) “Dan apa yang dibawa oleh Rasul itu kepada kalian, maka ambillah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7) “Maka tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al-Ahzab: 36) “Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa`: 65) Dan Rasulullah bersabda: “Saya wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan mentaati (penguasa) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak belian. Dan sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang (masih) hidup sepeninggalku, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang dengan Sunnah (jalan atau cara hidup)-ku dan sunnah para Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, dan gigitlah dia dengan geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan lainnya, dari Al-’Irbadh bin Sariyah z)

“Kemudian dari pada itu. Maka sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitab Allah. Dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad . Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Maka sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (Shahih, HR. Muslim dari Jabir z) ‘Abdullah bin ‘Ukaim zmenyebutkan bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab z pernah mengatakan: “Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah firman Allah . Dan sesungguhnya sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad . Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Ingatlah, bahwa semua yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat dan kesesatan itu (tempatnya) di neraka.” (Al-Lalikai, 1/84) ‘Abdullah bin Mas’ud zmenyebutkan: “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah. Sungguh kamu sekalian telah diberi kecukupan (dalam agama kalian). Dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (Al-Ibanah 1/327-328, Al-Lalikai 1/86) ‘Abdullah bin ‘Umar cmengatakan: “Semua bid’ah itu adalah sesat meskipun orang menganggapnya baik.” (Al-Ibanah 1/339, Al-Lalikai 1/92) Al-Imam Malik bin Anas t mengatakan: “Barangsiapa yang berbuat satu kebid’ahan di dalam Islam dan dia menganggapnya baik, berarti dia telah menuduh Rasulullah Muhammad telah mengkhianati risalah. Karena Allah telah menyatakan: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian. Dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kalian. Dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al- Maidah: 3) Maka apapun yang ketika itu (di zaman Rasulullah dan para shahabatnya) bukanlah sebagai ajaran Islam, maka pada hari ini juga bukan sebagai ajaran Islam.” Al-Imam Asy-Syaukani t menyebutkan: “Sesungguhnya apabila Allah menyatakan Dia telah menyempurnakan agama-Nya sebelum mencabut ruh Nabi-Nya , maka apakah lagi gunanya segala pemikiran atau pendapat yang diada-adakan oleh pemiliknya sesudah Allah menyempurnakan agama-Nya ini?! Kalau pendapat mereka itu merupakan bagian dari agama ini menurut keyakinan mereka, itu artinya mereka menganggap bahwa agama ini belum sempurna kecuali setelah dilengkapi dengan pemikiran mereka. Hal ini berarti penentangan terhadap Al Qur’an. Dan seandainya pemikiran tersebut bukan dari agama, maka apa gunanya mereka menyibukkan diri dengan sesuatu yang bukan dari ajaran agama (Islam)?! (Ayat) ini adalah hujjah yang tegas dan dalil yang pasti. Tidak mungkin mereka membantahnya sama sekali selama-lamanya. Maka jadikanlah ayat yang mulia ini senjata pertama yang dipukulkan ke muka ahlul bid’ah dan untuk mematahkan semua hujjah mereka.” (Al-Qaulul Mufid hal. 38, dinukil dari Al-Luma’)

Sumber: Catatan Ahlus Sunnah Al-Ghuroba'
Senin, 07 Maret 2011
Kata "Tarbiyah" berakar pada "rabb" yang berarti "mengasuh, mendidik, menumbuhkan, mengatur". Kata ini juga serumpun dengan "rabbun" yang sering diartikan "Tuhan". Di dunia pendidikan, kata "Tarbiyah" identik dengan terjemahan "pendidikan" itu sendiri.

Berbeda dengan "ta'lim" yang berarti pengajaran. Kata "ta'lim" memuat intisari "ilmu" sehingga pengajaran atau taklim itu adalah proses transfer ilmu! Meski demikian, antara kata "tarbiyah" dan "ta'lim" selalu berinteraksi dan tidak bisa dipisahkan. Sebab, selain telah menjadi konotasi bahasa, keduanya memiliki benang merah yang berkorelatif. Artinya, proses pendidikan mau tidak mau harus diikuti juga dengan proses transfer ilmu. Sebaliknya, pendidikan harus membuat peserta didik berilmu. Maka, benar bila ungkapan: "al-ilmu bit-ta'allum", ilmu itu harus dengan belajar menuntut ilmu!

Tampaknya, kita memang perlu kembali memahami makna tarbiyah secara kaffah dengan melihat hakikatnya. Bila tarbiyah itu memang semakna dengan "rabbun" atau "Tuhan", maka pada garis finis proses tarbiyah juga harus bermuara pada makrifat terhadap Tuhan. Jadi, pendidikan yang kering akan nilai-nilai agama, yang tidak mengantarkan peserta didik pada makrifatullah, ia tidak pantas disebut dengan "Tarbiyah". Dengan kata lain, pendidikan itu gagal total!

Apabila "Tarbiyah" hanya berkutat pada hal-hal teknis seperti: pembuatan RPP, desain silabus, kontrak kuliah, presensi siswa, strategi belajar-mengajar, pemanfaatan media, workshop kurikulum, dan seterusnya, maka meski semua hal itu memang diperlukan karena semuanya adalah bagian dari "syariat tarbiyah", tapi pada hakikatnya, semua pernik-pernik pendidikan itu, sekali lagi, harus berakhir pada totalitas penghambaan terhadap Allah. Bila orientasi ini tidak ada, maka tarbiyah yang dijalankan harus segera di-rekonstruksi ulang karena telah kesalahan fatal di dalamnya. Bila hal ini tidak segera dilakukan, akibatnya akan terjadi "malapraktek pendidikan". Dan, indikasi terhadap penyimpangan ini, sesungguhnya telah mewabah dimana-mana.

Apabila pendidikan, entah dengan istilah tarbiyah atau taklim, tidak berpijak pada tauhid dan tidak bermuara pada makrifat, maka ilmu yang ditransfer oleh guru yang lalu diserap oleh peserta didiknya hanya akan menjadi lumbung ilmu yang kering tanpa hikmah. Ketika ilmu itu menggunung dan pada saat yang sama, ruhani sang penuntut ilmu masih labil karena tidak berpijak pada landasan agama secara kuat, maka pada saatnya tiba, ia akan semakin menjauh dari Allah. Inilah bencana paling berbahaya di dunia pendidikan. Jadi benar, bila Nabi bersabda, "Siapa yang ilmunya bertambah, tapi hidayahnya tidak, maka ia akan semakin bertambah jauh dari Allah".

Program-program pendidikan yang hanya menunjukkan citra belaka dan berorientasi pada proyek semata, sudah seharusnya dikritisi dan disadarkan. Lembaga pendidikan yang dalam proses belajar-mengajarnya hanya ingin mengais keuntungan materi, pada akhirnya akan jatuh juga. Sebab, lulusannya hanya akan menjadi "sampah" yang merusak tatanan pendidikan dan kemasyarakat. Maka, jangan heran, bila pendidikan selalu disalahkan ketika di tengah masyarakat terjadi penyimpangan moral. Itu karena memang tugas utama pendidikan adalah pembentukan moral berilmu yang agamis agar peserta didiknya menjadi "alim rabbani".

Sumber: Catatan Taufiq El-Rachman
Kamis, 03 Maret 2011
Banyak dari wanita muslimah yang belum mau (atau tidak mau?!) berjilbab berdalih: "Allah belum memberiku hidayah. Do'akan aku agar segera mendapat hidayah." Maka mereka ini telah TERPEROSOK ke dalam kesalahan yang NYATA. Kami ingin bertanya: "Bagaimana engkau TAHU bahwa Allah belum memberimu hidayah?"



Jika jawabannya: "Aku tahu."


Maka jawablah dua pertanyaan ini:


1. Apakah engkau ingin mengatakan bahwa dirimu telah melihat ke dalam kitab yang tersembunyi (al-Lauhul Mahfuzh)? Bahwa dirimu telah ditulis sebagai orang yang belum atau tidak mendapatkan hidayah, dan dirimu telah tertulis sebagai orang yang celaka dan bakal masuk neraka?


2. Apakah engkau ingin mengatakan bahwa dirimu telah diberitahu oleh orang lain atau makhluk lain? Bahwa dirimu tidak termasuk wanita yang mendapatkan hidayah?


Jika kedua pertanyaan tersebut tidak mampu kau jawab, bagaimana engkau bisa mengetahui bahwa Allah belum memberimu hidayah?


Duhai saudariku muslimah...


Pernahkah engkau mencoba untuk MENCATAT, berapa banyak dosa yang kau lakukan dengan "hati yang ringan" dalam setiap harinya hanya dengan SATU perintah Allah yang ENGGAN kau taati?


Siapkanlah alat tulismu dan cobalah kau catat mulai hari ini:


1. Ketika keluar rumah tanpa berjilbab, maka pada hakikatnya dirimu telah berbuat maksiat karena memperlihatkan aurat. Ada berapa orang yang bukan mahram yang lewat di depan rumahmu dan melihat dirimu "memamerkan" aurat? Catat...


2. Ketika berada di jalan menuju ke pasar atau kemana pun tujuanmu, ada berapa banyakkah orang yang bukan mahram yang melihat dirimu "memamerkan" aurat? Catat...


3. Ketika berada di tempat tujuan, tempat kerja atau apapun tempat yang kau tuju, ada berapa banyakkah orang yang bukan mahram melihatmu "memamerkan" aurat? Catat....


4. Demikian pula ketika menuju pulang ke rumahmu, ada berapa banyakkah orang yang melihat dirimu "memamerkan" aurat? Catat...


Maka cobalah kau jumlah, terhadap berapa banyak orangkah dirimu "mempertontonkan" aurat dalam sehari ini?


Lalu cobalah engkau membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:


وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ


"Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula." (Az Zalzalah: 8)


Siapakah di antara teman-temanmu atau keluargamu yang dapat membelamu ketika dirimu sudah terbujur kaku di dalam kuburmu?


Engkau menambah dosa dengan dosa, lalu dirimu mengharap tingkatan-tingkatan surga dan kemenangan seorang ahli ibadah. Apakah kau lupakan Rabb-mu saat Dia mengeluarkan Adam dari Surga menuju dunia hanya karena disebabkan satu dosa..??


Ketahuilah wahai saudariku....


Hidayah (petunjuk) ada dua macam, yaitu hidayatut taufiq dan hidayatul irsyad.


1. Hidayatut Taufiq


Semata-mata datangnya dari Allah. Sebagaimana yang dimaksud dalam firman-Nya:


إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang YANG MAU menerima petunjuk." (Al-Qashash: 56)


2. Hidayatul Irsyad


Ini dimiliki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan setiap orang yang berdakwah ilallah, yang mengajak orang lain menuju kebaikan. Sebagaimana dalam firman-Nya:


…وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ


"…Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Asy Syura: 52).


Jenis hidayah yang ke dua ini (hidayatul irsyad), dimiliki oleh setiap orang yang berdakwah ilallah, karena orang yang berdakwah ilallah hanya memberikan sebuah KUNCI menuju jalan yang benar dan lurus kepada orang lain.


Adapun akhir perkaranya, semua kembali kepada Allah. Sehingga, pada akhirnya Allah-lah saja yang menentukan seseorang mendapatkan hidayah dari-Nya (hidayatut taufiq), ataukah tidak.


[Lihat kitab al Qaulul Mufid ‘ala Kitab at Tauhid (1/348-349)]


Maka yang menjadi masalah adalah, apakah seseorang yang sudah melihat datangnya hidayah mau menerima hidayah (petunjuk) tersebut ataukah dia LEBIH SENANG BERPALING menjauhi hidayah tersebut, lalu mengatakan, "Belum mendapat hidayah." (?!)


Orang-orang yang telah "melihat" datangnya hidayah tetapi TIDAK MAU mengikutinya, maka pada hakikatnya adalah orang-orang yang LEBIH MENYUKAI kesesatan daripada hidayah (petunjuk).


Hal ini telah digambarkan oleh Allah Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya:


وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى


"Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu.." (Al Fushshilat: 17)


Allah Ta'ala berfirman:


وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ


"Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya." (Al-Baqarah: 196)


Allah Ta’ala berfirman:


فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ


“Maka apabila mereka tidak memenuhi seruanmu (wahai Muhammad), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itu hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim.” (Al-Qashash: 50).


Allah Ta'ala berfirman:


وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلا عَظِيمًا


"Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)." (An Nisaa': 27)


Semoga bermanfaat.....


Sahabatmu

-Al Fawaid- 
Waaahh... Alhamdulillah kegiatan ini dapat berjalan sukses (walaupun rata-rata persiapannya dadakan.. hehehe... terutama nasyidnya tuh)....

Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2011 ini terdiri dari berbagai sub kegiatan dan pertunjukan, yaitu Ceramah Agama, Nasyid, Rebana, Band Religi, dan Tilawah Al Qur,an.

Berikut beberapa dokumentasi dari kegiatan tersebut:








































































































Ketika Rasulullah berkunjung ke surga Allah bersama malaikat Jibril, ketika itu Rasulullah mendengar suara yang begitu besar, suara detakan yang membuat beliau bertanya kepada Jibril,"Wahai Jibril, suara siapakah itu?" Malaikat Jibril pun menjawab,"Suara umatmu wahai Rasul Allah". Rasul pun bingung dan bertanya lagi,"Umatku yang bagaimana?" Jibril pun menjawab,"Umatmu yang selalu melangkahkan kakinya ke rumah Allah" Subhanallah.... Anda mau??? FAKTA yang ada: Jarang antara kita bergerak hatinya untuk ke Masjid tuk shalat berjama'ah khususnya para REMAJA yang terlena oleh perasaan dan kesenangan dunia.