Senin, 29 November 2010
PENYAKIT 1 – Memperolok Orang Lain

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (memperolok) kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka (yang merendahkan)…” (QS. Al-Hujurat : 11)

Rasulullah bahkan menyebut orang yang suka merendahkan (meremehkan) orang lain ini dengan orang yang sombong, sebagaimana sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

”Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Terkadang kita temui beberapa orang yang (walau hanya bercanda) telah melampaui batas dalam memperolok-olok saudaranya. Memang tidak berniat merendahkan, tapi apakah ada jaminan bahwa yang diperolokan itu tidak akan tersinggung dan terendahkan walau hanya dalam bentuk candaan..?

Oleh karena itu hendaknya setiap kita mengintrospeksi hal tersebut dan berhati-hati dalam candaan tersebut agar jangan sampai melewati batas. Jangan sampai ukhuwah menjadi rengang hanya karena hal yang terlihat sepele. Hal ini tidak terbatas hanya berupa ucapan, merendahkan orang lain bisa juga dapat berupa tindakan-tindakan yang dapat menjatuhkan harga diri orang lain.

Raulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)

Itu jika tanpa sengaja, jika dilakukan dengan sengaja maka lebih berat lagi masalahnya. Kadangkala bahkan hal-hal inilah yang dapat menyebabkan provokasi dan peperangan. Bahkan tawuran para pelajar yang banyak kita saksikan, jika kita mau teliti sampai ke pokok pangkalnya maka akan kita dapati ternyata penyebabnya adalah karena saling merendahkan antar sekolah atau antar angkatan. Pantas sekali jika Allah meletakkannya sebagai awal sebab rusaknya ukhuwah yang terdapat di ayat ke sebelas dan seterusnya.

PENYAKIT 2 – Mencela Saudara

” …Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri…” (QS. Al-Hujurat : 11)

Lalu, Di ayat yang lain Allah menerangkan buruknya sikap ini dengan firman-Nya, “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al-Humazah : 1)

Juga Sabda Rasulullah, “Memaki (mencela) orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran.” (Shahih Muslim No.97)

Ini juga hal yang harus kita hindari. Kadangkala kita merasa risih melihat kekurangan orang lain, seolah-olah kekurangannya itu sangat berbahaya buat diri kita. Hingga akhirnya terpancinglah kita untuk mencela dan menghina kekurangan orang tersebut.

Orang bodoh sekalipun tidak pernah ingin menjadi bodoh, oleh karenanya jangan mudah kita mencela kebodohannya. Orang yang berbuat salah juga terkadang tidak sengaja terjerumus dalam kesalahannya, oleh karenanya jangan terburu kita untuk mencela dirinya tanpa diperhitungkan baik dan buruknya.

Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk mencela ‘diri sendiri’. Ini adalah kiasan yang digunakan dengan maksud, “Janganlah kamu mencela sesama orang mukmin,” atau dengan bahasa kita “janganlah kamu mencela sesama aktifis muslim, da’i, muballigh, dan sebagainya.”

Kenapa Allah katakan dengan ‘diri sendiri’? Karena Rasulullah katakan, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh.” Sehingga jika ada orang yang mencela saudaranya sama seperti dia mencela dirinya sendiri.

Namun banyak kita temui orang-orang yang mencela orang lain dengan dalih untuk menegur kesalahan dan saling menasihati sesame muslim. Apakah hal itu dibenarkan..? Tentu tidak.

Perlu kita bedakan yang mana dakwah dan saling menasihati dan yang mana yang celaan. Kadang ada diantara mereka yang mengatakan sebagai nasihat padahal bahasa yang mereka gunakan kasar sekali, menusuk ke hat lebh tajam dari pedang dzulfiqar, padahal dalam dakwah seseorang itu dituntut untuk berbuat ahsan. Apa itu ahsan, yatu menggunakan metode yang terbaik, menggunakan bahasa yang diplah-pilih dulu sebelum dikeluarkan.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)

Kenapa kita sebut celaan..? Karena dia tidak menggunakan metode terbaik dan tidak mau tahu masalah itu. Pantas saja sangat sulit menarik orang untuk mengikuti kebenaran, karena cara yang digunakan bukanlah cara yang baik dalam berkata, malah sengaja dia gunakan kata-kata yang menyinggung perasaan. Apa namanya itu kalau bukan mencela?

Kalau Rasul dulu berdakwah memang juga membuat orang-orang kafir Quraisy tersinggung, tapi bedanya beliau itu sudah melakukan dakwah dengan jalan terbaik, dan sudah menasihati dengan cara yang paling bagus. Sehingga bila mereka tetap tersinggung itu urusan mereka. Sungguh Rasul itu suci dari segala noda yang mereka ‘tuduhkan tanpa sadar’ berupa jalan nasihat yang kasar.

Juga disebut celaan karena niat yang tidak ikhlas, sehingga dia lebih terlihat menyerang ‘orangnya’ daripada menyerang kesalahannya. Ketika si A melakukan kesalahan A, maka diserangnya habis-habisan. Tapi ketika si B melakukan kesalahan yang sama dengan si A, dia biarkan saja dan seolah tidak tahu akan hal itu.

Kenapa kita katakan tidak ikhlas..? Karena dasar dia ‘menasihati’ bukan karena Allah dan menerangkan kebenaran, melainkan karena rasa emosi atau kebencian dia pada orang yang dia cela. Bisa juga karena persaingan dan rasa iri atas keberhasilan orang lain.

Coba bandingkan orang tersebut dengan contoh indah yang diberikan oleh Sayyidina ‘Ali, menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika berada di medan pertempuran beliau berhasil mendesak seorang musuh. Tapi tanpa didugasi musuh meludahinya, lalu dia pun menahan pedangnya karena takut membunuh musuh hanya karena emosi dari dirinya. Itu yang jelas-jelas musuh dan orang kafir…, lantas bagaimana jika sesama Muslim…?? Terlebih sesama Da’i, muballigh, atau aktifis muslim..???

Inilah yang Allah singgung, “Dan bila dikatakan kepada mereka: ’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.’ Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.’” (QS. Al-Baqarah : 11) Menyangka menasihati dan memperbaiki kesalahan, tapi nyatanya malah merusak dan membuat hati orang semakin tertutup dari kebenaran.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya apabila kamu mengikuti (mencela / membuka) aib-aib manusia, maka kamu akan merusak mereka” (HR. Abu Dawud)

Oleh karenanya, jangan sampai kita menjadi seperti orang-orang tersebut. Semoga Allah melindungi kita dari noda yang merusak keikhlasan kita. Semoga Allah ,mengampuni segala ketidak ikhlasan kita di masa lalu dan menolong kita untuk berbuat ikhlas setelah ini dan seterusnya. Semoga Allah menolong kita untuk menjauh dari celaan-celaan yang dapat mengotori hati dan lisan kita. Allah lah sebaik-baik tempat berharap dan Dia sebaik-baik penolong bagi orang-orang yang beriman.


(bersambung)
Ketika Rasulullah berkunjung ke surga Allah bersama malaikat Jibril, ketika itu Rasulullah mendengar suara yang begitu besar, suara detakan yang membuat beliau bertanya kepada Jibril,"Wahai Jibril, suara siapakah itu?" Malaikat Jibril pun menjawab,"Suara umatmu wahai Rasul Allah". Rasul pun bingung dan bertanya lagi,"Umatku yang bagaimana?" Jibril pun menjawab,"Umatmu yang selalu melangkahkan kakinya ke rumah Allah" Subhanallah.... Anda mau??? FAKTA yang ada: Jarang antara kita bergerak hatinya untuk ke Masjid tuk shalat berjama'ah khususnya para REMAJA yang terlena oleh perasaan dan kesenangan dunia.